Tải bản đầy đủ (.pdf) (12 trang)

Hubungan kadar endocrine gland derived vascular endothelial growth factor serum dan folikel dengan ukuran dan jumlahfolikel pada pasien in vitro fertilization

Bạn đang xem bản rút gọn của tài liệu. Xem và tải ngay bản đầy đủ của tài liệu tại đây (772.89 KB, 12 trang )

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infertilitas
Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan untuk hamil selama 1 tahun
berhubungan tanpa menggunakan kontrasepsi apapun. Lebih dari 25 % dari semua wanita,
yang merencanakan kehamilan tanpa penggunaan alat kontrasepsi atau lebih dari 2 terjadinya
abortus spontan atau dengan wanita yang mengalami kelahiran dengan anak mati pada masa
reproduksinya selama 1 tahun.3 % dari semua wanita dengan usia 25 – 44 thn didapatkan
yang memang tidak mempunyai anak dan 6 % dari wanita didapatkan bahwa mereka tidak
bisa memiliki anak sesuai dengan keinginannya. Disebabkan adanya waktu untuk
mendapatkan anak yang panjang meningkat, kemungkinan untuk keberhasilan selama
beberapa tahun ini menurun

secara tajam. Oleh karena itu berdasarkan penyebab dari

infertilitas, ada baiknya untuk menunggu daripada melakukan teknik reproduksi bantuan
pada awal dari periode infertilitas.5
Bagi pasangan yang berhenti menggunakan kontrasepsi dalam rangka untuk
kehamilan, terdapat 50 % yang kemudian hamil dalam waktu 3 bulan, 75 % hamil dalam
waktu 6 bulan, dan 90 % hamil setelah 1 tahun. Setelah 2 tahun mencoba untuk hamil, kira –
kira 5 % dari pasangan tidak akan mengalami kehamilan.1,2
Umur

Resiko tidak mempunyai anak (%)

20-24

6

25-29



9

30-34

15

35-40

30

40-44

64

Tabel. kemungkinan hamil selama 1 tahun, Te Velde et al. 2000
Ovum manusia yang mampu difertilisasi hanya berkisar 24 jam setelah ovulasi.
Spermatozoa mampu melakukan fertilisasi hanya 48 jam setelah berhubungan terjadi.
Ovulasi biasanya timbul 12 – 16 hari sebelum waktu terjadinya haid. Sel telur dibuahi selama

Universitas Sumatera Utara


beberapa jam setelah mencapai ampula. Hal ini adalah waktu yang terbaik bahwa sperma ada
ketika sel telur sampai sehingga fertilisasi dapat terjadi. Senggama seharusnya sebelum
ovulasi umtuk tercapainya kehamilan yang maksimal. Oleh sebab itu kehamilan dapat
muncul mulai hari ke 8 ( kemungkinan hamil sekitar 8 % ), sampai 14 hari, masa dimana
terjadinya ovulasi ( Kemungkinan 36 % ). Kehamilan tidak muncul setelah ovulasi ataau
lebih dari 6 hari setelah ovulasim didasarkan pada penelitian yang dilakukan pada sekali
siklus intercourse. Karena ovulasi kadang – kadang tdk tepat ditentukannya, oleh karena itu

anjurannya senggama jangan ditentukan waktunya, tetapi harus dilakukan secara teratur
selama siklus. Tansportasi sperma ke oviduct dari serviks normalnya gtimbul 5 menit sampai
5 hario setelah senggama . ovulasi muncul 1 – 3 hari setelah suhu basal tubuh meningkat dan
1 hari setelah hormon LH meningkat. Hanya 20 % kemungkinan hamil pada masing2 siklus
ovuylatoir bahkan dengan waktu senggama yang ditentukan. Rata – rata konsepsi menurun
15 % pada masa mengalami infertilitas selama 1 tahun dan meningkat 3 % per tahun untuk
pasangan wanita dengan usia yang meningkat.11,12
Gambaran morfologi yang menandai pertumbuhan folikel sekunder dan dimulainya
kepekaan folikel terhadap gonadotropin adalah adanya antrum.11

2.2. Induksi Ovulasi
Induksi ovulasi diindikasikan untuk pegobatan infertilitas anovulatoir, salah satu
adanya penyebab patologis. Induksi ovulasi farmakologis menggunakan chlomiphen
sitrat.12,13,14
Chlomiphen sitrat menyebabkan meningkatnya pelepasan gonadotropin dari pituitary,
merangsang maturasi dari folikel ovarium. Hal ini berlangsung dari 5 – 7 hari dan

Universitas Sumatera Utara


berlangsung sehingga kadar chlomiphen akan meningkat pada serum selama mengikuti
siklus pengobatan setiap bulan.15,16,17
Obat tersebut bersaing dengan sirkulasi endogen estrogen selama 5 hari pengikatan
estrogen di hipotalamus. Obat ini menghambat efek umpan balik negatif normal dari estrogen
endogen dan menghasilkan secara nyata peningkatan frekunsi pulsasi dari GnRH. GnRH
merangsang stimulasi FSH dan LH dilepas dengan hasil pematangan oosit dan meningkatnya
kadar estradiol.11,15,18
Chlomiphen sitrat diberikan untuk 5 hari dimulai pada hari ke 2 setelah mulainya
menstruasi atau setelah progesterone diinduksi perdarahan ynag berulang jika ada
amenore.11,15

Dosis 25 – 50 mg atau 100 mg selama 5 hari. Chlomiphen sitrat harus diturunkan
pada dosis rendah 25 – 50 mg, terutama dengan PCOS. Jika ovulasi muncul pada dosis ini.
Dengan kata lain dosis mungkin ditingkatakan ke dosis maksimal 150 mg per hari untuk 5
hari, siklus harus diawasi dengan kadar estrogen untuk mengenal responsnya dan ketika
kadar 500 pmol/l pemeriksaan usg dilakukan untuk menilai pertumbuhan folikel dan
menghindari kehamilan multiple ( jika ada 3 atau lebih folikel dengan ukuran 18 – 22 mm
harus dihindari resiko kehamilan multiple yang dapat terjadi ). Progesterone serum pada hari
21 sebesar > 20 IU/I adalah indikasi ovulasi. Dosis harus ditingkatkan jika tidak ada respon
terhadap 50 mg chlomiphen setelah 3 siklus. Beberapa wanita yang respon 50 mg, hanya 2/3
akan seperti itu pada siklus pertama. Dosis
≥ 150 mg tidak memberikan keuntungan dan
hanya memberikan efek samping yang buruk, terutama terjadinya sekret serviks yang tipis.11
Beberapa wanita yang memiliki masalah efek samping chlomiphen mungkin berguna
dari tamoxifen ( 20 – 40 mg, pada hari 2 – 6 dari siklus ). Efek samping termasuk gangguan
penglihatan ( hentiakn cepat ), kehamilan multiple ( 10 % ).15
Chlomiphen

direkomendasikan

hanya

untuk

6

bulan

penggunaan

karena


meningkatnya resiko kanker ovarium dimana ditemukan antara > 12 bulan penggunaan. Ini
mungkin karena indikasi lebih dari pengobatan. Komite Kesehatan Obat merekomendasikan
bahwa chlomiphen tidak harus digunakan lebih dari 6 siklus karena hubungannya dengan
ini.11
2.3. Komplikasi Stimulasi Ovarium Dengan Gonadotrophin – Sindrom Hiperstimulasi
Ovarium

Universitas Sumatera Utara


Hiperstimulasi dapat muncul pada polikistik ovarii. OHSS tiba – tiba meningkat pada
permeabilitas pemuluh darah dengan menghasilkan ekstravasasi eksudat massif dan
menghasilkan volume yang meningkat yang ditunjukkan dengan hemokonsentrasi dan
penurunan urin output. Hilangnya protein dan masuk ke ruang ketiga menyebabkan
peningkatan tekanan onkotik dengan hasil hilangnya cairan intravascular .11
2.4. Teknik Reproduksi Dibantu / Asissted Reproductive Technique(ART)
2.4.1. Inseminasi Intrauterine
Serviks, dengan mucus yang ideal, berlaku sebagai reservoir untuk sperma. Hanya
kira – kira 10 % dari sperma dalam ejakulasi akan mencapai uterus. Penetrasi dari mucus
serviks tergantung pada motilitas sperma.2,3,15
Mucus serviks menyaring sperma dengan morfologi abnormal atau IUI dapat
digunakan untuk pasangan dengan sedang sampai moderat pada analisa sperma. Hal ini
kurang sukses dibandingkan dengn IVF konvensional tetapi lebih murah per siklus.2,3,4
Ketika disfungsi sperma telah diperlihatkan, ICSI adalah pengobatan yang dipilh
karena tingkat kesuksesannya dari IVF yang menurun disebabkan menurunnya fertilisasi dan
kemungkinan kesuksesan dengan IUI tidak diketahui.4,5
2.4.2. Intrasitoplasma Injeksi Sperma / ICSI
ICSI dilakukan dengan injeksi satu spermatozoon melalui zona pelucida langsung
kedalam oosit. ICSI adalah prosedur pilihan ketika epididimal atau sperma testicular

diperoleh secara operasi dari pasien dengan obstruksi atau non obstruksi azoospermia karena
rata – rata fertilitas menggunakan sperma dari testis buruk.3,4,5
2.4.3. Invitro Fertilization/ IVF
IVF adalah suatu proses dimana sel telur dibuahi oleh sprema diluar tubuh ( in vitro).
IVF adalah pengobatan utama pada infertilitas ketika metode reproduktif yang lain gagal.
Proses ini melibatkan dengan melakukan kontrol hormon pada proses ovulasi.dengan
memindahkan sel telur dari ovarium wanita dan meletakkan sperma untuk membuahinya
pada medium cair. Sel telur yang telah dibuahi kemudian dipindahkan ke uterus pasien
dengan harapan kehamilan dapat berhasil.5,6

Universitas Sumatera Utara


Secara teori IVF dapat dilakukan dengan melakukan aspirasi dari tuba falopi wanita
atau uterus dengan kateter plastik setelah ovulasi yang alami, kemudian hasil tersebut
dicampurkan dengan semen pria, dan dimasukkan kedalam uterus.5
Indikasi IVF adalah absensi / oklusi tuba, disorder ovulasi, endometriosis, dan
infertilitas yang tidak dapat dijelaskan. Pada pemeriksaan IVF cairan folikuler yang diamati
dari awal siklus menstruasi. Untuk melakukan IVF harus berdasarkan usia, waktu dari
stimulasi, waktu dari infertilitas, total gonadotropin yang diberikan, konsentrasi estradiol, dan
progesteron, jumlah dari folikel, jumlah oosit, keadaan fertilisasi, dan keadaan sewaktu
kehamilan sebelumnya. 4,5
Satu spermatozoon motil diimmobilisasi dan diaspirasi, ekornya pertama, kedalam
pipet injeksi. Oosit difiksasi dengan pipet dengan polar body pada posisi jam 6. Pipet injeksi
diletkkan melalui zona pelucida dan diletakkan pada sitoplasma pada posisi jam3 dan sperma
dikirim dengan jumlah yang sedikit . dengan oosit diorintasikan pada jalur ini ada resiko
minimal dari pipet injeksi yang merusak penampang metaphase.4,5,6
Oosit dipertimbangkan difertilisasi normal ketika 2 pronuclei tampak. Pembelahan
embrio dari oosit dibuahi normal d itunjukkan 24 jam ketika proses invitro. Kemudian
digradasikan 1 ( sangat baik, embrio tipe A dengan tanpa fragmen anukleat ), 2 ( baik, embrio

tipe B denagan 1 dan 20 % dari volume terisi fragmen anukleat ), dan 3 ( kualitas biasa, tipe
C embrio dengan antara 21 dan 50 % dari volume terisi dengan fragmen anukleat ). Rata –
rata pengiriman berkisar dari 22 sampai 30 % per siklus pengobatan ICSI.6

Gambar. Cara pengambilan cairan folikel sewaktu Ovum Pick-up
2.5.Angiogenesis

Universitas Sumatera Utara


Gambar Angiogenik faktor pertumbuhan pada perkembangan folikel
VEGF adalah suatu protein yang dihasilkan oleh banyak jaringan yang berbeda.
Konsentrasi VEGF, inhibin A, dan inhibin B pada cairan folikel wanita yang akan melakukan
in vitro fertilization berhubungan dengan respon ovarium dan kehamilan. Sel granulose
meningkatkan produksi dari vegf dan berespon terhadap FSH ( follicle stimulating hormone ),
dah LH-hCG seperti halnya pada hipoksia. Beberapa penelitian telah memperlihatkan
konsentrasi yang tinggi dari VEGF bersamaan dengan cairan folikuler, setelah rangsangan
gonadotropin dan adanya HCG. 16,17,18
Ferrara dkk memperlihatkan bahwa konsentrasi vegf pada cairan folikuler pada suatu
waktu dimana oosit yang digunakan untuk IVF ( in vitro fertilization ) tinggi secara
signifikan pada wanita yang lebih tua. 19
Hubungan antara konsentrasi inhibin, VEGF pada cairan folikuler dan kehamilan
belum pernah diteliti. Dari penelitian juga didapatkan bahwa inhibisi dari VEGF , reseptor
dari vegf, dapat menghambat perkembangan dari folikel atau mencegah terjadinya ovulasi.
Dari penelitian juga didapatkan bahwa inhibisi dari VEGF , reseptor dari VEGF, dapat
menghambat perkembangan dari folikel atau mencegah terjadinya ovulasi. 20,21,22
VEGF adalah suatu sitokin yang merangsang terjadinya angiogenesis. Angiogenesis
adalah suatu komponen histologik yang utama untuk proses luteinisasi. Dari penelitian yang
ada dinyatakan bahwa VEGF ada pada cairan folikel preovulatoir manusia. Oleh karena itu
konsentrasi VEGF secara langsung dihubungkan dengan adanya 2 marker dari luitenisasi,


Universitas Sumatera Utara


serum LH dan cairan folikel. Dari penelitian ditemukan bahwa ada hubungan yang sangat
erat antara produksi VEGF dan luteinisasi awal pada folikel wanita selama siklus menstruasi
normal. Sel granulose menghasilkan sejumlah besar VEGF yang berperan penting pada
angiogenesis korpus luteum. 23-28
Penelitian yang ada juga membuktikan bahwa produksi dari VEGF pada cairan
folikular meningkat selama pengobatan dengan GnRH – a/FSH, dimana meningkatnya
supresi dari konsentrasi serum LH yang diobati dengan GnRH – ant mengurangi
steroidogenesis. Dari penelitian juga didapatkan bahwa lingkungan folikular dihubungkan
dengan peningkatan dari sekresi VEGF. Walaupun untuk mengetahui lebih lanjut dibutuhkan
penjelasan yang lebih teliti lagi. 29,30,31
Menurut Schenker dkk, dinyatakan bahwa sindroma hiperstimulasi dari ovarium
adalah komplikasi yang serius yang dapat muncul setelah terapi gonadotropin, dimana
kondisi ini menyebabkan kesakitan dan kematian. Mekanisme patofisiologinya sampai
sekarang belum dapat dipahami, tapi dari penelitian yang ada didapatkan bahwa VEGF dan
beberapa jenis sitokin (seperti IL – 2 ) dan IL 6 memegang peranan penting pada terjadinya
sindroma hiperstimulasi ovarium. Dari penelitian ini ditemukan bahwa kedua proses
angiogenensis ini baik VEGF dan IL6 berperan pada terjadinya sindrom hiperstimulasi
ovarium, walaupun terjadinya sindroma hiperstimulasi bisa saja karena interaksi dari
berbagai macam sistem. Oleh karena itu para peneliti berpendapat setiap terjadinya sindrom
hiperstimulasi ovarium pada kali pertama dapat dipertimbangkan adanya VEGF , IL -2, dan
IL- 6.35
Telah dilakukan beberapa penelitian tentang protein yang terlibat sebagai gen regulasi
kelenjar endokrin yaitu Prokineticin 1 (PROK1) yang terlibat dalam proses angiogenesis,
memodulasi respon inflamasi dan regulasi hematopoiesis. Prokineticin-1 (PK1 atau PROK1)
disebut juga Endocrine Gland-derived Vascular Endothelial Growth Factor (EG-VEGF).
Prokineticin-1 (PROK1 atau EG-VEGF) adalah anggota dari family prokineticin yang juga

mensekresikan protein mammalian Prokineticin-2, venom protein A (VPRA) dari black
mamba snake and protein Bv8 dari frog Bombina variegata. 6,7,8
PROK1 (EG-VEGF) berperan dalam jalur transduksi sinyal intraseluler dan
sekuensial fosforilasi dengan cara memperantarai efek PROK1 melalui reseptor PROK1
(PROKR1)

pada

endometrium,

dimana

sel

epitelial

endometrium

secara

stabil

mengekspresikan human PROKR1. Reseptor prokineticin juga berikatan dengan G protein-

Universitas Sumatera Utara


coupled receptor (GPCR). Satu penelitian juga menunjukkan peningkatan mobilisasi proses
inositol triphosphate (IP3) yang distimulasi oleh PROK1. Pengamatan lebih lanjut
menunjukkan peran dari PROK1 dan reseptor prokineticin-1 (PROKR1) pada endometrium

manusia saat terjadinya proses implantasi pada kehamilan awal. 6,7,8
Human EG-VEGF matur dengan berat molekul 10 kDa juga merupakan heparinbinding peptide yang terdiri atas 5 (lima) ikatan disulfid intrachain. Human EG-VEGF matur
terdiri atas 88% dan 92% asam amino (aa). Ekspresi PROK1 dan PROKR1 terlokalisir pada
epitel kelenjar endometrium, luminal endometrium, endotelial dan beberapa kompartemen di
dalam stroma endometrium, selain itu pada saat terjadi implantasi awal, pada jaringan
steroidogenik, ovarium, proses perkembangan folikel, testis, sel leydig, korteks adrenal,
pankreas dan prostat. Diketahui juga bahwa ekspresi PROK1 juga berperan meregulasi
hormon steroid. 6,7,8
Interaksi PROK1 dengan reseptornya (PROKR1) menginduksi mobilisiasi inositol
triphosphate dan menunjukkan ekspresi yang berbeda sepanjang siklus menstruasi, dimana
terjadi peningkatan ekspresi PROK1 (EG-VEGF) pada fase sekresi dan fase luteal.6,7,8
Pada siklus yang terjadi di ovarium, PROK1 (EG-VEGF) diekspresikan oleh sel
granulosa dari corpus luteum.

Selain itu, hormon progesteron dan human chorionic

gonadotropin (hCG) berhubungan dengan ekspresi dari EG-VEGF pada endometrium. Hal
inilah yang berperan penting dalam reseptivitas endometrium untuk mempersiapkan proses
implantasi blastokis dan mempertahankan desidua secara optimal pada kehamilan awal.
PROK1 (EG-VEGF) berikatan dan berhubungan dengan G-protein coupled receptors
(GPCR), PROK1 (EG-VEGF) diinduksi oleh keadaan hipoksia dan mempromosikan proses
proliferasi, kemotaksis, dan fenestrasi dari sel endotel vaskular.6,8
Regulasi ekspresi PROK1 berhubungan secara paralel dengan VEGF (EG-VEGF),
namun ekspresi dari PROK2 tidak. 6,7,8
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor usia berpengaruh pada semakin
tinggi tingkat kelainan morfologi oosit pada wanita di atas usia 30 tahun. Hal ini
menunjukkan efek merugikan dari usia pada tingkat keberhasilan pengobatan ART. usia
pasien menjalani ART berkaitan dengan kualitas oosit serta tingkat fertilisasi. Lee dan rekan
(2001), yang mengamati bahwa perempuan usia berkorelasi dengan kualitas oosit serta
potensi kesuburan.34,35

Ovum pick-up biasanya dilakukan di bawah anestesi umum. Menggunakan probe
USG transvaginal dapat mengidentifikasi folikel yang telah berkembang pada ovarium.
Sebuah jarum aspirating dilewatkan sepanjang probe transvaginal dan melalui vagina bagian

Universitas Sumatera Utara


atas. Isi dari masing-masing folikel pada gilirannya disedot dan diteruskan ke pemeriksa yang
mengidentifikasi oosit. Tidak semua folikel mengandung oosit matang dan jumlah folikel
memberikan panduan kasar hanya untuk jumlah oosit yang dapat diharapkan dapat
ditemukan. Mengumpulkan oosit bisa juga dengan pendekatan laparoskopi.34,35
Patrizia Monteleone, hubungan antara konsentrasi VEGF cairan folikel, vaskularitas
perifolikel dan luaran reproduksi pada responden normal dibawah 35 tahun yang menjalani
IVF, ditemukan level VEGF yang berhubungan signifikan dengan tingkat vaskularisasi
perifolikel. Rata-rata kehamilan yang lebih baik dan lebih tinggi.14
Kualitas dari sebuah oosit adalah salah satu faktor penentu dari kualitas embrio.
VEGF diproduksi oleh folikel granulosa, sel teka. Faktor pertumbuhan ini memerankan
aturan sentral dalam regulasi proses angiogenesis di ovarium dan sangat diperlukan untuk
pertumbuhan dari folikel ovarium. Dalam hal lain, selama folikulogenesis, sekresi VEGF,
yang diinduksi oleh gonadotropin, menentukan pembentukan jaringan vaskuler di dalam
lapisan sel teka dari folikel. Sebagai tambahan, VEGF dapat dideteksi di dalam cairan folikel
ovarium.14
Ketika dijumpai paling tidak 2 folikel mencapai rata-rata diameter 18 mm. setelah
mendekati 36 jam, aspirasi folikel transvaginal dilakukan untuk pengambilan oosit.14
Level VEGF cairan folikel diukur dengan ELISA. Sensitivitas < 8,0 pg/ml, koefisien
variasi intraassay dan interassay 8,9 % dan 9,8%. Analisa statistik dengan mean ± SD. T- test,
komparasi dengan χ2 –test, korelasi dengan Pearson.14
Tidak ada perbedaan bermakna pada ukuran folikel. Tidak ada perbedaan bermakna
usia rata-rata secara statistic antara wanita dengan prevalensi folikel tingkat tinggi dengan
folikel tingkat rendah ( 33,3 ± 0,65 vs 33,3 ± 1,67). Oosit yang diambil dari folikel dengan

vaskularisasi tingkat tinggi (F3/F4), dan dengan level VEGF lebih tinggi, juga menunjukkan
rata-rata fertilisasi yang lebih tinggi.14
Level VEGF yang tinggi dapat menjadi pengganti untuk aliran darah yang lebih baik.
VEGF disekresikan dari sel granulosa dan sel teka, sepertinya level VEGF yang lebih tinggi
menunjukkan kemampuan yang lebih besar dari folikel untuk membentuk jaringan vaskuler
dan oleh karena itu menjamin lingkungan mikro folikel yang lebih baik untuk perkembangan
oosit. VEGF dapat memegang peranan potensial dalam perkembangan jaringan kapiler
perifolikel dan dapat menjadi marker dari kualitas lingkungan mikro dari folikel.14

Universitas Sumatera Utara


Menurut Asimakopoulos, perkembangan folikel adalah suatu proses kompleks yang
diatur oleh banyak faktor local yang berpartisipasi dan berinteraksi di bawah pengaruh dari
gonadotropin dan steroid ovarium. Diantara faktor-faktor ini, bermacam-macam sitokin
terlibat dalam banyak fase dari proses ini dan dan gabungan kerja dari sitokin ini menentukan
hasil akhir. Hiperstimulasi ovarium terkontrol secara luas digunakan pada siklus IVF dengan
tujuan meningkatkan jumlah oosit matang, untuk menghindari ovulasi premature dan
memaksimalkan kesempatan konsepsi.4,18
Oleh karena itu, beragam sitokin, khususnya VEGF , TNF α, dan leptin telah diteliti
karena pengaruhnya pada pematangan oosit, fertilisasi, dan implantasi embrio. Level VEGF
dalam serum dan cairan folikel dari wanita normal yang ikut siklus IVF telah diteliti.4,18
Pada saat paling tidak 3 folikel telah mencapai diameter 17 mm dan level E2 serum
meningkat sampai mendekati 300-500pg/ml per folikel lebih besar dari 17 mm, ovulasi
diinduksi dengan 10000 IU Hcg. Aspirasi oosit transvaginal dengan tuntunan USG dilakukan
dibawah anestesi umum 36 jam kemudian. Pada saat aspirasi oosit, sampel cairan folikel
dikumpulkan secara langsung dari folikel matang dan ditempatkan dalam tabung steril.
Sampel cairan folikel dengan segera di putar selama 15 menit pada 1500rpm dan
supernatannya disimpan pada -750C untuk analisa selanjutnya.4,18
Pengukuran konsentrasi sitokin pada setiap sampel cairan folikel dan serum, peralatan

enzim immunoassay komersial ( CYTELISA ). Rentang deteksi 20-2500pg/ml untuk VEGF,
variasi intra dan interassay untuk VEGF 8,9 dan 11,1 %.4,18
Level cairan folikel, dari VEGF lebih tinggi daripada level serum , mengindikasikan
pentingnya regulasi local pada level cairan folikel VEGF.4,6
Menurut Friedmann et al 1998 yang menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi
VEGF cairan folikel berhubungan dengan berkurangnya angka potensi kehamilan pada IVF.
Menganggap VEGF sebagai marker hipoksia folikel. Barroso et al 1999 VEGF sebagai
marker kondisi hipoksia folikel dan mempengaruhi kualitas oosit dan embrio.4,18
Ferrari 2006, pada pasien ART konsentrasi VEGF meningkat pada cairan folikel
dimana persentase dari apoptosis granulose sel meningkat. Oleh karena itu semakin
meningkat kadar VEGF folikel semakin menandakan suatu sel itu rusak karena berkurangnya
produksi oksigen local sehingga meningkatkan faktor pertumbuhan ke cairan interstisial, dan
mempengaruhi peningkatan suplai oksigen oleh pembuluh darah baru.5

Universitas Sumatera Utara


Kadar mRNA PROKR1 rendah pada fase awal dari luteal dan fase mid-luteal tetapi
meningkat drastis selama proses luteolisis baik proses alamiah maupun yang diinduksi. Kadar
PROKR1 mRNA juga dijumpai pada folikel yang mengalami atresia. 8
PROK dan reseptornya dijumpai pada ovarium, uterus dan berbagai jaringan pada
kehamilan. PROK1 diekspresikan pada epitel uterus juga pada lapisan oto polos miometrium,
dengan ekspreksi maksimal dijumpai pada saat implantasi selama fase mid-sekretori yang
didominasi oleh progesteron. PROK1 dan PROK2 diekspresikan dalam aturan yang baik
pada berbagai organ seperti otak, ovarium, testis, plasenta, korteks adrenal, sel darah tepi,
traktus intestinal, jantung, dan sum-sum tulang.6,7,8
Pada ovarium manusia terutama diekspresikan oleh sel granulosa dari folikel
primordial dan folikel primer dan kemudian pada sel teka selama fase awal hingga
pertengahan fase luteal. Sebaliknya PROK2 tidak dapat dideteksi pada ovarium manusia.
Selain pada ovarium, PROK1 juga terdeteksi pada jaringan endometrium yang mana

kadarnya menjadi maksimal selama “fase jendela implantasi” dari wanita di usia reproduktif.
PROK1 juga diduga berperan sebagai biomarker untuk m,emprediksi daya serap endomtrium
pada pasien yang menjalani fertilisasi in vitro.6,7,8
Soegiharto Soebijanto (UI,2009), Saat OPU dilakukan diameter folikel berkisar antara
7,4 – 12mm. Dari tujuh pasangan, dua diantaranya oligospermia. Secara keseluruhan pada
penelitian ini ada 156 BAF dengan rata-ratra 22 folikel dan 12 oosit. Ini berarti bahwa OPU
berhasil dikerjakan pada 56% kasus, yang mana merupakan hal yang cukup sulit mengingat
diameter folikel berkisar 5,3 – 10 mm, dan bahwa ini adalah OPU pertama yang dilakukan
pada folikel berukuran kecil.2,3
Berdasarkan pada literatur, dinyatakan bahwa ukuran dari folikel yang menghasilkan
hasil luaran yang baik berkisar antara 10 – 14 mm. Ketika folikel utama mencapai ukuran
13mm, oosit yang dikumpulkan akan lebih sedikit, begitu juga dengan yang matur dan telah
dibuahi, dan lebih sedikit pula embrio yang ditransfer dibanding pada siklus dengan diameter
folikel utama lebih kecil dari 13 mm, meskipun yang lain telah merekomendasikan
pembatalan siklus jika ukuran folikel sudah lebih besar dari 10 mm.2,3, 34
Mauro Mattioli (2001), Produksi VEGF telah terbukti berkaitan erat dengan ukuran
folikel dimana produksi VEGF rendah pada folikel berukuran kecil (ukuran folikel <4mm
menghasilkan VEGF dibawah 3 ng/mm) dan kadar VEGF semakin meningkat pada folikel
yang berukuran besar (ukuran folikel > 5 mm dapat memproduksi VEGF hingga 18
ng/mm).17

Universitas Sumatera Utara


H. E. Moncayo (1998), Penigkatan produksi VEGF pada tikus berkaitan erat dengan
peningkatan vaskularisasi dan daya permeabilitas dari folikel.18
Semakin tinggi kadar serum dan cairan folikel, semakin rendah kemungkinan
keberhasilan kehamilan. Menurut Asimakopoulos 2005 dimana kadar VEGF serum yang
berhasil hamil dengan rata-rata 69,93±36.1 dan kadar serum yang tidak berhasil hamil VEGF
71.22±50,3. 4


2.6.Kerangka Konsep

Pasien-pasien yang
akan dilakukan
IVF

Pemeriksaan
Transvaginal sonografi

EG-VEGF serum
EG-VEGF folikel

-Diameter Folikel > 10 mm
-Jumlah Folikel dengan
Diameter > 10 mm

Dilakukan
Ovum Pick-Up

Universitas Sumatera Utara



×